-MACAM2 KESYIRIKAN YANG MELANDA
UMAT DISETIAP ZAMAN
Ditulis Oleh: Abu Zakaria Irham Al-Jawiy
Darul Hadits, Rabu sepertiga akhir Rojab 1433
Semoga Alloh Menjaganya
(Bagian Pertama: Syirik Besar & Macam-macamnya)
بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
إِنَّ الحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ
سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهِ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أما بعد:
Kesyirikan adalah perkara yang sangat disukai iblis[1], oleh karena itulah dia beserta bala
tentaranya berusaha semaksimal mungkin untuk menjerumuskan manusia ke dalamnya.
Hal ini tentunya sangat menghawatirkan orang-orang yang peduli dengan
keselamatan dirinya. Sebab apabila seseorang terjatuh ke dalamnya dan belum
bertaubat darinya, maka Alloh tidaklah akan memberikan ampunan kepadanya, hal
ini merupakan kecelakaan yang sangat besar.
Alloh berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا
دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاء.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa selain darinya (syirik) bagi orang-orang yang Dia
kehendaki.” [QS. An-Nisaa: 48]
Belum lagi dengan
bahaya-bahaya kesyirikan lainnya yang sudah selayaknya bagi setiap muslim untuk
berusaha mengetahui perkara ini dan memahaminya dengan sebaik mungkin sehingga
tidak terkecoh dengan tipu daya syaithon, seiring dengan doa agar Alloh
memberikan keselamatan dan menghindarkan kita semua dari terjatuh dalam
kesyirikan. Alloh telah berfirman:
لَقَدْ أَنْزَلْنَا آيَاتٍ مُبَيِّنَاتٍ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ
يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan,
dan Allah akan memberikan petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada
jalan yang lurus”. (QS.
An-Nur: 46)
Ketahuilah, semoga
Alloh merahmatimu, bahwa kesyirikan itu amatlah banyak ragamnya. Namun
secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua macam: Syirik besar dan syirik
kecil. Pada masing-masing golongan ini, para ulama membagi lagi menjadi beberapa
macam agar kaum muslimin bisa dengan mudah dalam memahami dan mengenal
bentuk-bentuk kesyirikan. Sebab Ahlul batil dalam setiap zaman berusaha untuk
menampilkan kebatilannya dengan pakaian dan selubung sehingga nampak seperti
kebenaran. Apabila seseorang telah memiliki pemahaman yang mapan dalam suatu
perkara, maka dia tidak akan terkecoh dengan hiasan-hiasan tersebut. Demikian
pula dalam permasalah kita ini, kesyirikan sejak zaman dulu hakekatnya sama,
oleh karena itu pahamilah penjelasan berikut ini dengan seksama, semoga Alloh
memberikan taufiqNya kepada kita semua.
PEMAPARAN SECARA RINGKAS TENTANG PEMBAGIAN SYIRIK BESAR
Syirik besar terjadi
pada tiga hal utama:
Pertama: Syirik dalam Rububiyyah
Kedua: Syirik dalam Uluhiyyah. Syirik ini
terbagi lagi menjadi empat macam: Syirik dalam ibadah dan doa, Syirik dalam
tujuan dan niatan, syirik dalam ketaatan, dan terakhir; syirik dalam kecintaan.
Ketiga: Syirik dalam Asma’ wa Shifat (nama-nama
Alloh dan sifat-sifat Nya), yang terbagi menjadi dua: Syirik Ta’thil dan Syirik
Tamtsil.
Inilah pembagian
syirik besar secara global yang perinciannya akan pembaca dapatkan pada ulasan
di bawah ini. Semoga Alloh memberikan pertolonganNya kepada kita semua.
SYIRIK BESAR, PENGERTIAN & PEMBAGIANNYA
Syirik besar adalah
semua perkara yang telah ditetapkan oleh syareat bahwa hal tersebut merupakan
kesyirikan yang berakibat keluarnya orang yang melakukannya dari agama islam.
Bentuk Syirik jenis ini adalah dengan menjadikan tandingan bagi Alloh pada
perkara-perkara yang merupakan kekhususan Alloh. [Syarh Tsalatsatul Ushul-Al
‘Utsaimin: 42]
Sebagaimana tauhid
terbagi menjadi tiga macam, yaitu tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma wa
Shifat, maka syirik besar ini juga terjadi pada ketiga perkara yang merupakan
kekhususan Alloh tersebut.
Pertama: Syirik Besar pada Rububiyyah
Syirik besar pada
Rububiyyah adalah penyerupaan selain Alloh dengan Alloh pada perkara-perkara
yang merupakan kekhususan Rububiyyah.
Bentuk penyerupaan ini
adalah dengan memberikan kepada selain Alloh salah satu dari perkara-perkara
yang berkaitan dengan Rububiyyatulloh, seperti: penciptaan, pemberian rizki,
pengaturan jagad raya, kekuasaan untuk menghidupkan dan mematikan, penurunan
hujan, penurunan bala dan malapetaka, serta perkara-perkara lainnya yang tidak
bisa melakukannya kecuali Alloh semata.
Syaikhul Islam –rohimahulloh- berkata: “Sesungguhnya
Robb yang maha suci, dialah yang merajai (segala sesuatu), yang mengatur,
memberi, mencegah, menimpakan kemadhorotan, memberikan kemanfaatan,
merendahkan, meninggikan, memuliakan, dan menghinakan. Barangsiapa yang
bersaksi bahwa yang memberi atau mencegah atau menimpakan kemadhorotan atau
memberikan kemanfaatan atau memuliakan atau menghinakan itu selain-Nya,
maka sungguh dia telah berbuat syirik pada Rububiyyah.”[Majmu’ Fatawa:
1/ 92]
Hal ini akan semakin
jelas bila kita datangkan contoh nyata yang banyak terjadi pada masyarakat
kita, semoga Alloh memberikan hidayah-Nya kepada mereka.
Diantara contohnya adalah: Keyakinan sebagian orang bahwa mbah
wali A atau yang lainnya bisa mendatangkan rezki yang melimpah,
atau bisa memberikan anak sehingga mereka berduyun-duyun mendatangi kuburannya
untuk meminta hal tersebut darinya. Padahal hanya Allohlah Dzat pemberi
rizki yang sesungguhnya. Dia berfirman:
إِنَّمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْثَانًا وَتَخْلُقُونَ
إِفْكًا إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ
رِزْقًا فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ
إِلَيْهِ تُرْجَعُون
“Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah
berhala, dan kamu telah membuat kedustaan (-dengan pernyataanmu bahwa
berhala-berhala itu dapat memberi syafaat di sisi Allah-). Sesungguhnya yang
kamu sembah selain Allah itu tidaklah mampu memberikan rezki kepadamu; Maka
mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah
kepada-Nya. hanya kepada- Nyalah kamu akan dikembalikan”. (QS. Al-Ankabut: 17)
Contoh lain: Keyakinan sebagian orang bahwa danyang
penunggu tempat tertentu, seperti laut kidul, gunung bromo, telaga
sarangan, jembatan-jembatan tertentu atau tempat- tempat lainnya, bisa
memberikan kecelakaan jika tidak diberikan sesajian atau tumbal, sehingga
mereka pun diliputi kekhawatiran bahwa makhluk-makhluk tersebut akan
mencelakakannya.
Sekedar adanya
keyakinan dan ketakutan ini seseorang telah terjatuh dalam syirik Rububiyyah.
Adapun jika keyakinan tersebut membuahkan amalan berupa pemberian sesajian
kepadanya maka dia telah masuk pada syirik jenis lain yaitu syirik uluhiyyah,
sebagaimana yang akan datang penjelasannya –Insya Alloh-. Padahal hanya
Allohlah dzat yang bisa memberikan kecelakaan dan keselamatan. Dia berfirman:
وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً لَا يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ
يُخْلَقُونَ وَلَا يَمْلِكُونَ لِأَنْفُسِهِمْ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا وَلَا يَمْلِكُونَ
مَوْتًا وَلَا حَيَاةً وَلَا نُشُورًا
“Kemudian mereka mengambil sesembahan-sesembahan selain-Nya,
yang mereka itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan
tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula
untuk mengambil) suatu kemanfaatanpun dan (juga) tidak kuasa mematikan,
menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” (QS. Al-Furqon: 3)
Contoh lain: Keyakinan sebagian orang bahwa benda tertentu bisa
menolak bala dan malapetaka, yang hal ini biasa disebut oleh orang-orang dengan jimat. Sehingga
karena keyakinan ini mereka menggantungkannya di leher atau tangan atau rumah
atau barang-barang lainnya yang ditakutkan terkena melapetaka. Keyakinan yang
seperti ini juga termasuk dalam jenis syirik ini yang banyak sekali dari kaum
muslimin yang tidak menyadarinya.
Demikian pula
keyakinan bahwa orang-orang tertentu yang telah mati, seperti Syaikh ‘Abdul
Qodir Al-Jaelany, sunan-sunan tertentu, jin-jin atau yang lainnya bisa
menyelamatkan dari bahaya, sehingga mereka ber-istighotsah (meminta pertolongan
dari petaka yang menimpanya) dengan memanggil-manggil mereka, padahal
orang-orang tersebut telah meninggal dan tidak bisa mendengar seruan mereka
apalagi untuk memenuhi panggilan mereka.
وَمَا يَسْتَوِي الْأَحْيَاءُ وَلَا الْأَمْوَاتُ إِنَّ اللَّهَ
يُسْمِعُ مَنْ يَشَاءُ وَمَا أَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِي الْقُبُور
“Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang
yang mati. Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang
didalam kubur dapat mendengar.” (Fathir: 22)
Inilah Rosululloh
–Shollallohu ‘alaihi wa sallam-, makhluk yang paling mulia secara mutlak
menyatakan bahwa dirinya tidaklah mampu untuk mendatangkan manfaat atau
mencegah madhorot sedikitpun, lalu bagaimana dengan selain beliau??!! Alloh
berfirman:
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا
شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ
وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ
يُؤْمِنُونَ
“Katakanlah (wahai Muhammad): “Aku tidak berkuasa menarik
kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang
dikehendaki Allah. Sekiranya saja aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku
membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan.
Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi
orang-orang yang beriman”. (Al-A’raf: 188)
Inilah beberapa contoh
konkret yang kita dapati banyak terjadi, baik di masa-masa terdahulu atau pada
masa kita ini. Tentunya masih banyak contoh-contoh lainnya, tapi apabila
penjelasan di atas telah dipahami, tentu dengan mudah seseorang dapat
mengetahui bahwa suatu perkara termasuk dalam syirik jenis ini atau bukan.
Satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa
perbuatan-perbuatan di atas digolongkan pada syirik besar yang mengakibatkan
pelakunya keluar dari islam dan di akherat mereka kekal di dalam neraka adalah
karena keyakinan bahwa makhluk-makhluk itulah yang memberi manfaat dan
mengangkat madhorot dan perkara-perkara lainnya yang telah disebutkan
di depan. Adapun jika berkeyakinan bahwa mereka itu hanyalah sebab,
sedangkan yang menurunkan dan mengangkat madhorot secara hakiki adalah Alloh,
maka yang demikian ini termasuk dalam syirik kecil, sebagaimana yang akan
datang penjelasannya –Insya Alloh- .
Jenis syirik besar yang kedua: Syirik besar pada Uluhiyyah.
Yaitu penyerupaan
selain Alloh dengan Alloh pada perkara-perkara yang merupakan kekhususan uluhiyyah.
Alloh adalah
satu-satunya dzat yang berhak diibadahi, barangsiapa memberikan peribadatan
kepada selainNya, berarti telah memberikan sesuatu yang merupakan kekhususan
Alloh kepada selain-Nya. Inilah yang dimaksudkan dengan Syirik pada Uluhiyyah.
Syirik jenis ini
adalah syirik yang paling besar dan paling banyak didapati, sebagaimana
dikatakan oleh imam Al-Qurthuby:
“Asal kesyirikan yang diharamkan adalah keyakinan adanya sekutu
bagi Alloh dalam hal peribadatan. Inilah syirik terbesar. Dan inilah kesyirikan
yang dilakukan orang-orang jahiliyyah. Kemudian tingkatan dibawah kesyirikan
jenis ini adalah keyakinan adanya sekutu bagi Alloh pada perbuatannya, yaitu
perkataan seseorang: bahwa ada sesuatu selain Alloh yang berdiri sendiri dalam
mengadakan dan menciptakan suatu perbuatan, walaupun orang tersebut tidak
meyakini sesuatu (yang berdiri sendiri itu) sebagai sesembahannya. (Inilah yang
dimaksud dengan syirik Rububiyyah sebagaimana yang telah lewat
penjelasannya-pen). [lihat: Taisirul ‘Azizil Hamid: 27]
Karena banyaknya
bentuk kesyirikan yang masuk dalam jenis ini, para ulama membaginya membaginya
menjadi empat golongan.
·
Pertama: Syirik dalam ibadah dan do’a.
Doa adalah
sebesar-besar ibadah, bahkan ia merupakan inti dari ibadah, sebagaimana
perkataan Nabi kita:
الدعاء هو العبادة
“Doa adalah ibadah” (HR. At-Tirmidzy (223) dan dishohihkan oleh: Imam
Al-Albani dan Imam Muqbil Alwadi’y)
Bahkan semua ibadah
bisa dikatakan sebagai doa. Sebab tidaklah seseorang beribadah dengan ibadah
yang benar kecuali dia berharap untuk dimasukkan dalam surgaNya dan
diselamatkan dari api nerakaNya. Barangsiapa memalingkan doa ini kepada selain
Alloh dengan berdoa kepada nabi, malaikat, wali, kuburan, batu-batu atau
makhluk-makluk lainnya maka dia telah terjerumus ke dalam syirik besar pada
Uluhiyyah, sehingga dengannya dia keluar dari agama Islam, sebagaimana firman
Alloh:
وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ
فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُون
“Barangsiapa berdoa kepada sesembahan selain Alloh bersamaan
dengan doanya kepada Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang
itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Robb-nya. Sesungguhnya
orang-orang yang kafir itu tidaklah beruntung.” (Al-Mu’minun: 117)
Contohnya: doa-doa sebagian orang kepada para wali meminta untuk diberikan
rizki yang melimpah, atau diberikan anak, dan permintaan-permintaan lainnya,
padahal mereka itu telah mati.
Demikian pula sesajian
yang diberikan kepada tempat-tempat tertentu. Hal ini termasuk dalam syirik
jenis ini karena adanya unsur ketundukan dan harapan serta permintaan agar
tertolak madhorot atau yang lainnya, baik secara langsung atau tidak.
Jadi dengan ini kita bisa ketahui hubungan erat antara syirik
dalam rububiyyah dan uluhiyyah. Orang-orang yang melakukan doa-doa syirik ini
tidaklah akan melakukannya kecuali ada keyakinan pada mereka bahwa para wali
itu punya hak rububiyyah. Dan orang yang jatuh dalam syirik rububiyyah
konsekuensinya akan terjatuh dalam syirik uluhiyyah. Nas alulloh
al-‘afiyah.
Contoh lain: Thowaf yang dilakukan di kuburan orang-orang yang
dianggap wali, sebagaimana yang pernah penulis saksikan sendiri di kuburan
orang yang dinamakan sunan Kalijaga. Mereka berdesak-desakan seperti
berdesak-desakannya para jamaah haji di sekeliling ka’bah. Sungguh pemandangan
yang sangat memilukan, belum lagi dengan doa-doa dan seruan-seruan untuk si
sunan yang penuh dengan kesyirikan. Segala puji bagi Alloh yang telah
menyelamatkan kita dari bencana yang menimpa mereka.
·
Kedua: Syirik dalam tujuan dan niatan
Hal ini terjadi ketika seseorang meniatkan amalannya semata-mata untuk
dunia atau karena ingin dilihat atau didengar manusia.
Inilah yang didapati pada amalan orang-orang munafiq tulen.
Mereka sama sekali tidak mengharapkan dengan amalannya
keridhoan Alloh dan keselamatan di negeri akherat.
Barangsiapa yang
melakukan hal yang demikian berarti dia telah terjatuh dalam kesyirikan jenis
ini dan dihukumi kafir, keluar dari agama Islam. Alloh telah mengancam mereka
dalam firmanNya:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ
إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ ^ أُولَئِكَ
الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا
فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُون
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya,
niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan
sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Mereka itulah
orang-orang yang tidak memperoleh bagian di akhirat, kecuali neraka dan
lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah
apa yang telah mereka kerjakan” (Huud: 15-16)
Sungguh celaka orang
yang demikian, capek dan lelah di dunia, neraka dan siksaan Alloh yang
menyambutnya di akhir hayatnya.
Sebagai contoh: Orang
yang masuk Islam semata-mata karena ingin keselamatan dunia, agar tidak dibunuh
atau yang lainnya. Orang seperti ini telah terjatuh dalam syirik besar pada
niatannya dan hukumnya tetap dalam kekafiran, walaupun kita di dunia menghukumi
mereka sebagai bagian kaum muslimin berdasarkan perkara yang nampak dari
mereka. Inilah yang didapati pada islamnya orang-orang munafiq, mereka
menunjukkan secara lahir keislaman namun batinnya penuh dengan kekafiran.
Contoh lain: seseorang yang melakukan amalan sholeh seperti
sholat, haji atau yang lainnya. Namun sejak awal melakukannya dia tidaklah
sama sekali meniatkannya karena Alloh, tapi karena ingin mendapatkan
pujian atau karena malu dari manusia. Orang seperti ini telah terjatuh dalam
syirik besar dan keluar dari islam. Sebab seorang muslim tidaklah mungkin
melakukan amalan tanpa ada harapan sedikitpun untuk mendapat
keridhoan dan pahala dari Pencipta-Nya. Hal seperti ini tidaklah ada kecuali
pada orang yang hatinya penuh dengan kemunafikan. Para ulama menyebut perbuatan
seperti ini dengan Riya’ Akbar. [lihat: Syarh Kitabut tauhid
oleh ‘Allamah Ahmad An-Najmy]
Perlu dibedakan dengan orang yang beramal karena Alloh juga
karena selain-Nya, karena pembahasan yang demikian itu –Insya Alloh- akan
datang pada permasalahan Syirik kecil. Adapun pembahasan kita saat
ini adalah orang yang membangun amalannya semata-mata karena selain Alloh.
Kemudian ketahuilah,
semoga Alloh memberikan hidayah-Nya kepada kita semua, bahwa syirik dalam
niatan ini sangatlah tersembunyi karena berhubungan dengan hati yang tidak
dapat melihatnya seorangpun. Bahkan terkadang seseorang tidak merasa bahwa
dirinya telah terjatuh di dalamnya. Karena itulah ia sangat berbahaya yang
hendaknya setiap muslim senantiasa waspada serta mengoreksi niatan-niatan yang
ada di dalam hatinya.
Ibnul Qoyyim berkata: “Adapun syirik dalam tujuan dan
niatan, itu adalah lautan yang tak bertepi, sangat sedikit orang yang bisa
selamat darinya. Barangsiapa yang beramal tidak mengharapkan wajah Alloh,
meniatkan selain untuk mendekatkan diri kepadaNya dan mengharap balasan
dari-Nya, maka sungguh dia telah melakukan kesyirikan dalam tujuan dan
niatannya.” (Al-Jawabul Kafi:135)
·
Ketiga: Syirik dalam ketaatan
Barangsiapa mentaati
makhluk dalam menghalalkan apa-apa yang diharamkan Alloh, atau mengharamkan
apa-apa yang dihalalkan Alloh, serta meyakini di dalam hatinya bahwa boleh bagi
mereka untuk menghalalkan dan mengharamkan, serta berkeyakinan bahwa boleh
baginya untuk mentaati yang demikian itu padahal dia mengetahui bahwa hal
tersebut bertentangan dengan agama Islam, maka orang yang seperti ini telah
menjadikan orang-orang yang ditaati itu sebagai sesembahan selain Alloh,
sehingga dengannya dia telah terjatuh dalam syirik besar yang mengeluarkannya
dari keislaman.
Kesyirikan jenis
inilah yang terjadi pada orang-orang Nashrani, sebagaimana dijelaskan dalam
hadits ‘Adi bin Hatim –Rodhiyallohu ‘anhu-, beliau berkata: “Aku menemui
Rosululloh –Shollallohu ‘alahi wasallam- dan di leherku saat itu tergantung
salib dari emas, maka aku mendengar beliau berkata:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ
اللَّه
“Mereka (orang-orang Nashrani) telah menjadikan alim-alim mereka
dan pendeta-pendeta mereka sebagai Rabb-rabb (yang disembah) selain Alloh”
Akupun menjawab:
“Wahai Rosululloh, mereka itu tidaklah beribadah kepada (pendeta-pendeta itu)!”
Beliau berkata:
أَجَلْ، وَلَكِنْ يُحِلُّونَ لَهُمْ مَا حَرَّمَ الله
فَيَسْتَحِلُّونَهُ، وَيُحَرِّمُونَ عَلَيْهِمْ مَا أَحَلَّ الله
فَيُحَرِّمُونَهُ، فَتِلْكَ عِبَادَتُهُمْ لَهُمْ
“Ya, akan tetapi mereka (para pendeta) menghalalkan untuk
(orang-orang Nashrani) apa-apa yang diharamkan Alloh maka (orang-orang
Nashrani) itu pun ikut menghalalkannya. Dan mereka mengharamkan bagi
(orang-orang Nashrani) apa-apa yang dihalalkan Alloh, maka (orang-orang
Nashrani)-pun mengharamkannya, inilah bentuk peribatan (orang-orang Nashrani)
itu kepada (para pendeta mereka). [HR. al-Baihaqy dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albany di
Ash-Shohihah: 3293]
Syirik ini juga terjadi pada umat ini, sebagaimana yang kita
dapati pada sebagian kelompok-kelompok islam yang menyimpang, mereka mentaati
segala yang ditentukan oleh pemimpin-pemimpin mereka tanpa memperdulikan hukum
yang telah Alloh tentukan padanya. Misalnya:nikah mu’tah atau yang
dikenal dalam bahasa kita dengan kawin kontrak. Pernikahan seperti ini telah
jelas pengharamannya dalam syariat islamiyah, tapi karena pemimpin sekte yang
dianutnya mengatakan halal maka diapun mentaatinya.
·
Keempat: Syirik dalam kecintaan
Imam Ibnul Qoyyim
berkata ketika menjelaskan definisi syirik ini: “Syirik kepada Alloh dalam
kecintaan dan pengagungan adalah kecintaan seseorang kepada makhluk sebagaimana
kecintaannya kepada Alloh. Syirik ini termasuk dalam syirik yang tidak diampuni
oleh Alloh, yaitu syirik yang Alloh telah berfirman tentangnya:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا
يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ
“Diantara manusia ada orang-orang yang menjadikan selain Alloh
sebagai tandingan-tandingan (Nya); mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah.” (Al-Baqarah:
165)
Orang-orang yang jatuh
dalam kesyirikan jenis ini berkata kepada sesembahan-sesembahan mereka ketika
neraka telah mengumpulkan mereka:
تَاللَّهِ إِنْ كُنَّا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ ^ إِذْ نُسَوِّيكُمْ
بِرَبِّ الْعَالَمِين
“Demi Allah, sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang
nyata, karena kita mempersamakan kalian dengan Rabb semesta alam.” (Asy-Syu’ara: 97-98)
Dan merupakan hal yang
telah diketahui bahwa mereka tidaklah menyamakan (sesembahan-sesembahan itu)
dengan (Alloh) yang Maha Suci dalam penciptaan, pemberian rizki, dalam
mematikan dan menghidupkan, dalam kepemilikan dan kekuasaan. Akan tetapi,
mereka menyamakannya dengan (Alloh) dalam kecintaan dan pengagungan serta ketundukan
dan perendahan diri kepada (sesembahan-sesembahan) itu.” [Al-jawabul Kafi: 92]
Syirik jenis ini
kembalinya ke permasalahan hati, karena kecintaan dan pengagungan itu
kembalinya ke hati seseorang. Dan perlu diketahui bahwa tidaklah seseorang
memalingkan suatu peribadahan kepada selain Alloh atau berdoa selain kepada
Alloh kecuali karena adanya kecintaan di dalam hatinya kepada sesuatu yang dia
ibadahi itu. [Lihat: Nawaqidhul Iman Al-I’tiqidiyyah: 1/ 414]
Oleh karena itulah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan
bahwa asal segala amalan-amalan kesyirikan adalah syirik dalam kecintaan.
[Lihat: Qo’idatun fil Mahabbah: 69]
Wahai saudaraku,
tatalah dan bersihkanlah hatimu, jangan sampai engkau menjadikannya penuh
dengan kecintaan kepada selain Alloh, karena jika hal ini menimpamu, sungguh
kecelakaan telah menyambutmu. Alloh telah berfirman:
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ
وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ
تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ
بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara,
isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan
yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah
lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan Nya”. Dan Allah tidaklah akan
memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (At-Taubah: 24)
Penjelasan di atas
tidak boleh dipahami bahwa seseorang sama sekali tidak boleh mencintai sesuatu
selain Alloh. Sebab, Alloh telah menjadikan hati manusia itu cenderung untuk
mencintai hal-hal yang mereka tidak bisa terlepas darinya, seperti anak, istri,
orang tua, saudara-saudara, dan perkara-perkara lainnya. Mencintai perkara
seperti ini pada asalnya adalah diperbolehkan, bahkan apabila seseorang
mencintai hal-hal tersebut karena Alloh maka jadilah kecintaan itu ibadah
tersendiri yang seseorang mendapatkan pahala karenanya.
Namun apabila kecintaan tersebut menghalanginya dari
perintah-perintah Alloh, bahkan menyebabkannya terjerumus dalam
larangan-laranganNya maka inilah kecintaan yang terlarang. Dan lebih parahnya,
apabila kecintaan kepada hal-hal di atas mendominasi dirinya sehingga melebihi
kecintaannya kepada Alloh, inilah kecintaan syirik yang sekarang sedang menjadi
pembahasan kita. [Lihat: Al-Irsyad ila Shihihil I’tiqod: 63]
Syirik Besar jenis ketiga adalah Syirik pada Nama-nama dan
Sifat-sifat Alloh.
Yaitu penyerupaan
selain Alloh dengan Alloh pada salah satu dari nama-nama dan sifat-sifat Nya.
Syirik jenis ini
terbagi menjadi dua macam:
Pertama: Syirik Ta’thil, yaitu pengingkaran terhadap adanya Alloh, sebagaimana yang
terjadi Fir’aun. Alloh berfirman:
وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ
مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي فَأَوْقِدْ لِي يَا هَامَانُ عَلَى الطِّينِ فَاجْعَلْ لِي
صَرْحًا لَعَلِّي أَطَّلِعُ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ مِنَ
الْكَاذِبِين
“Fir’aun berkata: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui
sesembahan bagimu selain aku. Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah liat
kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat
sesembahan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk
orang-orang pendusta”. (Al-Qoshosh: 38)
Syirik jenis ini
adalah sejelek-jelek kesyirikan, sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh
Sulaiman bin Abdillah Alu Syaikh. [lihat: Taisirul ‘Azizil Hamid: 26]
Kedua: Syirik Tamtsil, yaitu penyerupaan antara Alloh dan selainNya dalam
sifat-sifatNya. Syirik ini terbagi menjadi dua macam:
Pertama: Penyerupaan makhluk dengan Alloh, sebagaimana yang terjadi
pada orang-orang Nashrani yang menyerupakan ‘Isa dengan Alloh sehingga mereka
mengangkatnya sebagai sesembahan.
Contoh yang terjadi
pada umat ini adalah apa yang terjadi pada kelompok syi’ah ekstrim, yang mereka
mengangkat ‘Ali -Rodhiyallohu ‘anhu- sampai menyerupai Alloh, sehingga mereka
menyerahkan peribadatan kepadanya, padahal ‘Ali sendiri berlepas diri dari
mereka.
Kedua: kebalikan yang
pertama, yaitu penyerupaan Alloh dengan makhluk. Hal ini sebagaimana yang
terjadi pada kelompok Musyabbihah yang mengatakan bahwa
sifat-sifat Alloh itu seperti sifat-sifat makhluk.
Misalnya: perkataan
mereka bahwa Alloh mempunyai mata seperti matanya makhluk, mempunyai tangan
seperti tangannya makhluk, dan perkataan-perkataan kekafiran yang lainnya.
Inilah pembagian
syirik besar beserta beberapa contohnya, semoga bisa bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Janganlah seseorang merasa aman
dari terjatuh ke dalamnya, tapi hendaknya setiap muslim senantiasa khawatir dan
merasa takut untuk terjerumus ke dalamnya.
Adapun untuk
pembahasan tentang syirik kecil –Insya Alloh- pada artikel yang akan datang